sejarah koko
- setiakomara69
- Mar 16, 2016
- 3 min read

DALAM novel The Da Peci Code karya Ben Teman, tokoh utamanya Rosid menggugat pakaian koko. Pada ustadz Holid, si Rosid kribo bilang, “Tadi ane tonton, semue orang di tempat ibadah ini pake baju koko. Pakaian koko dianggap pakaian Islam. Emang sejak kapan pakaian koko masuk Islam? Lalu kagak ade orang yg bilang itu pakaian Islam. Semue orang juge tau apabila itu pakaian asalnye dari negara Cina...Tetap kenape menjadi dikaitin ame Islam, seakan-akan jika yg pake pakaian koko itu berarti orang Islam yg Islami? Di mane letak kaitannye?”
Rosid benar, pakaian koko berasal dari Cina. Menurut sejarawan JJ. Rizal, pakaian koko itu berasal dari pakaian tui-khim. “Itu pakaian harian cokin, diadopsi oleh macam-macam suku bangsa di Nusantara. Ingat pakaian Teluk Belanga (baju tradisi cowok Kepulauan Riau-Red), itu pun hasil modifikasi dari tui-khim. Menjadi, modifikasi tui-khim ada kaitannya bersama Islam di tanah Melayu. Pakaian koko sendiri aku rasa itu diadopsi dari warga Tionghoa, dikarenakan ada ide tidak dengan kancing, atau paling banter bungsel pala capung,” cek di rasyid collection
Sementara itu, menurut pengamat budaya Tionghoa peranakan, David Kwa seperti dikutip Pradaningrum Mijarto dalam “Tui-Khim & Celana Komprang Berganti Jas & Pantalon,” di kalangan penduduk Betawi, tui-khim serta dimanfaatkan & dikenal bersama sebutan pakaian tikim. “Baju ini seperti pakaian koko, bukaan ditengah dgn lima kancing. Padanannya, celana batik. Buat program kusus dikenal thng-sa (pakaian panjang), sepanjang mata kaki. Sampai awal abad ke-20 laki-laki Tionghoa di Indonesia masihlah memanfaatkan kostum tui-khim & celana komprang (longgar) utk sehari-hari,” kata David Kwa.
Dengan Cara Apa ceritanya tui-khim jadi pakaian koko? Menurut Remy Sylado, sebab yg menggunakan tui-khim itu engkoh-engkoh –sebutan umum bagi lelaki Cina– sehingga pakaian ini juga dinamakan pakaian engkoh-engkoh. “Dieja bahasa Indonesia sekarang ini jadi pakaian koko,” kata Remy dalam novelnya Pangeran Diponegoro : Menuju Sosok Khalifah.
Menurut David Kwa, sejak berdirinya Tiong Hoa Hwe Koan (THHK) atau Perhimpunan Tionghoa –perhimpunan modis mula-mula di Hindia Belanda kepada 1900; selanjutnya runtuhnya Dinasti Cheng (Mancu) terhadap 1911; pun semakin sebanyak laki laki Cina yg diperbolehkan memanfaatkan baju Belanda sesudah ajukan gelijkstelling (persamaan hak dgn penduduk Eropa), pakaian tui-khim, celana komprang, & thng-sa mulai sejak ditanggalkan oleh beberapa orang Cina sendiri & berganti bersama baju gaya Eropa atau Belanda, kemeja, pantalon, & jas buka juga jas tutup.
Pakaian koko terkadang menyukai disamakan bersama “baju takwa”, padahal tidak serupa. “Baju takwa” tak diadopsi dari baju thui-kim, tetapi hasil modifikasi dari pakaian tradisional Jawa, merupakan Surjan. Surjan ialah salahsatu baju etika Jawa yg husus difungsikan laki laki sehari-hari. Baju type ini dapat diperlukan buat menghadiri upacara-upacara resmi rutinitas Jawa bersama di lengkapi blangkon & bebetan.
“Surjan berasal dari kata Su & ja, adalah nglungsur wonten jaja (meluncur lewat dada), maka wujud depan & belakang panjang,” catat AM. Hidayati dalam Album Baju Tradisional Yogyakarta.
Ialah Sunan Kalijaga yg kali perdana memodifikasi surjan jadi “baju takwa”. Dari sembilan wali, cuma dirinya yg pakaiannya beda. Menurut Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga tak memakai jubah & sorban. Tetapi membuat design sendiri bajunya yg dinamakan “baju takwa”. Ialah, pakaian jas model Jawa dgn kerah tegak & lengan panjang. “Sunan membuat pakaian yg dinamakan ‘baju takwa’. Surjan Jawa yg semula lengan pakaian pendek, ditukar dgn lengan panjang. Bersama kreasi semacam inilah Sunan mengajarkan Islam tidak dengan memunculkan konflik di penduduk,” catat Achmad Chodjim dalam Sunan Kalijaga : Mistik & Makrifat.
Namanya saja “baju takwa” tentu disimbolisasikan bersama hal-hal yg tentang bersama Islam. Menurut M. Jandra dalam Perangkat/Alat-alat & Baju pula Makna Simbolis Upacara Keagamaan di Lingkungan Keraton Yogyakarta, “baju takwa” kepada lehernya terdapat tiga kancing yg melambangkan Iman, Ikhsan & Islam. Tiga kancing yg terdapat kepada bahu kanan & bahu kiri melambangkan dua kalimat sahadat. Enam kancing yg terdapat terhadap ke-2 lengan kiri & kanan melambangkan rukun Iman. & lima kancing depan melambangkan rukun Islam.
Sejak rezim Orde Baru berkuasa sampai dekade 1980-an, Soeharto mempersempit lokasi gerak Islam –termasuk simbol-simbol keislaman– dikarenakan dianggap bakal mengganggu kemapanan kekuasaan. Tapi, sejak dekade 1990-an, beraneka unsur Islam mendapati peluang luas dalam struktur negeri & lokasi publik. Ini dinamakan “politik akomodasi Islam”. Dari empat kategori akomodasi, salahsatunya yaitu akomodasi kultural berupa diterimanya ekspresi kultural Islam ke dalam wilayah-wilayah publik. “Seperti penggunaan hijab, pakaian koko, sampai kata kata assalamu’alaikum,” catat M. Imadun Rahmat dalam Arus Baru Islam Radikal.
Sejak dikala itu sampai waktu ini penggunaan pakaian koko kian masif. Dirinya nyaris jadi baju resmi beribadah. Seperti kata Rosid, sebahagian besar yg salat di tempat ibadah gunakan pakaian koko. Pakaian koko jadi komoditas yg menggiurkan, terutama menjelang lebaran, sebab adat tunjangan hri raya (THR), salahsatunya dgn pakaian koko buat difungsikan salat Id.
Penggunaan pakaian koko tak cuma utk beribadah. Tetapi, jadi seragam sekolah SMP & SMA tiap-tiap hri Jumat. Pun, di sekian banyak daerah seperti di Kab Pamekasan Jawa Timur, Kab Maros Sulawesi Selatan; Kab Cianjur & Kab Indramayu ja-bar; pakaian koko jadi seragam wajib bagi Petugas negara sipil tiap-tiap hri Jumat.
Pakaian koko yg tak ada lain yaitu modifikasi dari tui-khim, pakaian harian cokin & sudah ditanggalkan, waktu ini demikian Islami.
Comments